Jalan Paving Menuju TPA Panggul Trenggalek Amburadul

Jalan Paving Menuju TPA Panggul Trenggalek Amburadul

166
Caption Foto: Salah satu titik akses jalan lingkup TPA Panggul yang tampak amburadul.

TRENGGALEK, Detikglobalnews.com – Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek yang dikenal Little Jogja sampai sejauh ini belum dioperasionalkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek.

Namun kenyataannya kondisi infrastruktur pendukung paving jalan menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sudah amburadul sekalipun belum dioperasikan.

Kegiatan paving jalan yang merupakan satu-satunya akses menuju ke-TPA Panggul yang dibangun dengan anggaran senilai Rp 199 juta tersebut didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Trenggalek tahun anggaran 2022.

Sedang Perusahaan/ Badan Usaha yang mengerjakan adalah CV, LARISTA yang beralamat di RT 09 RW. 04 DESA KERTOSONO KECAMATAN. PANGGUL – KABUPATEN TRENGGALEK, JAWA TIMUR.

Tertulis pada papan nama proyek yang terpasang, dengan nomor kontrak pekerjaan 600/043/SPK-Konst.406.011/2023, tertanggal 3 November 2022 dengan waktu pelaksanaan selama 43 hari.

Menanggapi kenyataan tersebut, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek Pranoto mengakui bahwa pihaknya tidak mengetahui pasti penyebab paving-paving yang berantakan. Namun ia menduga, itu lantaran ada pergerakan dari tanah pegunungan.

Caption Foto: Salah satu titik akses jalan lingkup TPA Panggul yang tampak amburadul.

“TPA belum operasional, jadi belum ada truk-truk yang beraktivitas di sana. Mungkin itu karena tanahnya,” ungkapnya.

Menindaklanjuti itu, Pranoto mengatakan, operasional TPA Panggul sempat dibahas dalam raker Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2024 dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR); Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPKPLH).

“Pada intinya kami mempertanyakan mengapa TPA Panggul belum operasional,” ujarnya.

Menurut penjelasannya, susunan tata kerja organisasi perangkat daerah (OPD) antara DPUPR dan DPKPLH perlu benang merah.

Yang mana dari sisi infrastruktur, bangunan-bangunan berkaitan dengan persampahan menjadi kewenangan DPUPR, sedangkan operasionalnya DPKPLH.

“Ibaratnya baju kita dipakai orang lain. Menurut kita agar lebih fokus, apa yang dilakukan DPUPR kami yakin tidak sesuai apa yang diharapkan oleh DPKPLH,” ungkapnya.

Maka itu, pihaknya pun memberi masukan agar segala urusan persampahan mulai dari sarana, prasarana, dan operasionalnya, agar ditangani sepenuhnya oleh DPKPLH.

“Dan tentunya itu yang menyebabkan terlalu lama dan kurang akurat, ini dari hasil kajian dari DPKPLH,” tegasnya. (ji)