Husni: Ranperda RTRW Belum Juga ada Akhir Penyelesaian Bagaimana Trenggalek Bisa Meroket

Husni: Ranperda RTRW Belum Juga ada Akhir Penyelesaian Bagaimana Trenggalek Bisa Meroket

59
Caption Foto: Ilustrasi ruang hijau Trenggalek

TRENGGALEK, Detikglobalnews.com – Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek sudah 3 tahun dalam evaluasi sedang kondisi saat ini banyak pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW yang ada, karena diasumsikan RTRW baru segera disahkan.

RTRW ini diharapkan menjadi panglima pembangunan di Trenggalek sekaligus katalisator pembangunan agar tercipta iklim investasi yang kondusif, ungkap Husni Taher Hamid Anggota DPRD Trenggalek melalui sambungan Whatsapp, Rabu 9/8/23.

Husni menyampaikan, Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan dokumen yang sangat penting untuk mendukung pengembangan wilayah secara optimal. Juga berperan mendorong kawasan-kawasan yang potensial untuk dikembangkan, dan membatasi pembangunan pada kawasan-kawasan yang berfungsi lindung dan rentan terhadap kerusakan lingkungan.

“Bagaimana kita bisa membuat daerah TRENGGALEK MEROKET ? dan bisa menarik para investor, sedangkan sarana regulasi saja belum mampu kita selesai,” kata Husni.

RTRW sebagai basic utama dalam membangun di negeri ini, karena konstitusi RI menganut asas negara hukum, tentu dengan kepastian pada terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Lebih lanjut Husni mengatakan, penerapan regulasi berbasis keberlanjutan utamanya, soal tata kelola daerah dengan pelayanan publik dan regulasi yang baik akan memiliki iklim investasi yang baik. Karena daerah yang memiliki skor tata kelola di atas rata-rata memiliki peringkat daya saing berkelanjutan yang tinggi.

“Keberhasilan untuk menarik investasi terletak pada kemampuan tata kelola yang baik, terwujud dalam perencanaan dan penganggaran yang terfokus (money follow program), sistem pelayanan yang smart dengan kebutuhan publik dan didukung kebijakan daerah yang berkualitas,” ujarnya.

Husni menjelaskan, RTRW Trenggalek hampir 3 tahun berlalu karena tidak sinkron dengan pemerintah pusat terutama terkait Tambang. Selain itu wilayah Trenggalek 55 persen dikuasai perhutani. Hal tersebut menyebabkan ketika investor masuk berpikir 2 kali karena pola bagi hasil atas pemakaian wilayah kawasan perhutani 30% dari Pendapatan Kotor, sesuai dengan Peraturan Direktur Perhutani.

“Meskipun pengusaha rugi perhutani tetap mendapatkan setoran 30% akibatnya banyak calon investor yang mengundurkan diri. Kendati itu bukan penyebab utamanya,” terangnya.

Walaupun pemda sebagai bagian dari wilayah pusat, namun untuk kesejahteraan rakyatnya harus ada pemikiran sendiri.

“Namun sejauh ini belum terlihat dalam upaya itu ke depan. Rakyat trenggalek harus sejahtera dengan bumi pijakannya, bukan dari belas kasihan pemerintah pusat,” tandasnya.

Perda RTRW yang saat ini berlaku disebut (Ius constitutum) artinya hukum yang berlaku saat ini atau hukum yang telah ditetapkan (hukum positif).

Sedangkan, perda dalam proses pengesahan adalah (Ius constituendum) berarti hukum yang dicita-citakan atau yang diangan-angankan di masa mendatang.

Saat media ini menyinggung kenapa sampai sejauh ini Ranperda RTRW Trenggalek belum disahkan.

Menurut Husni, “Kendala RTRW belum disahkan karena tidak ada tata ruang tambang logam (emas) pada hal IUP sudah keluar akibat AMDAL yang telah dikeluarkan oleh pemda masa pemerintah Emil-Ipin”. (ji)